Kamis, 15 Desember 2011

It's All About Money, Money, Money~


Uang? Uang? Uang?

Uang  memiliki fungsi dasar, yaitu sebagai alat pembayaran yang sah. Uang digunakan sebagai alat pembayaran ketika barter tak lagi dipergunakan :D
Uang mungkin bukan segalanya buat kita, tapi uang punya makna tertentu di dalam hidup kita. Setiap orang memiliki impian masing-masing ketika diberikan uang, setiap orang memiliki keinginan tersendiri untuk memanfaatkan fungsi uang tersebut.
Fungsi uang menurut saya:
  1. Dengan uang, saya bisa berbuat lebih terhadap orang-orang yang kurang mampu, misalnya dengan membantu para pengemis jalanan dengan membuat tempat penampungan untuk mereka agar mereka tidak perlu lagi tinggal di bawah kolong jembatan, tertidur di depan toko-toko dengan beralaskan kardus bekas, dan tidak perlu lagi kehujanan sambil menjajakan barang jualan mereka.
  2. Dengan uang yang memadai, saya ingin mendirikan sebuah sekolah yang ditargetkan kepada orang-orang yang tidak mampu membiayai sekolahnya. Sekarang ini, yang sangat diperlukan adalah pendidikan. Jika anak tidak mendapat pendidikan yang layak, maka ke depannya si anak akan tidak punya masa depan. Setidaknya anak mampu terbuka pemikirannya apabila diberikan pendidikan yang layak.
  3. Saya ingin mempergunakan uang untuk membangun tempat perawatan seperti rumah sakit untuk orang-orang yang tidak mampu, agar mereka tidak takut berobat hanya karena keterbatasan biaya.
  4. Saya ingin berkeliling dunia bersama sahabat-sahabat saya, dan trip pertama adalah ke Maldive, kemudian ke Jepang, Yunani, Rusia, Prancis, Korea, dan tentunya keliling Indonesia juga.
  5. Dengan uang, saya bisa membiayai diri saya dan keluarga untuk pergi menunaikan ibadah haji. Amiiin :D
  6. Dengan uang, saya bisa membeli komik sepuasnya, kemudian membangun sebuah perpustakaan yang isinya komik semua, mulai dari komik-komik jaman dahulu sampai komik yang terbaru.
  7. Dengan uang, saya bisa membeli gadget-gadget terbaru yang bermanfaat bagi diri saya, dan memaksimalkan fungsinya dengan baik.
  8. Dengan uang, kita bisa shopping, membeli barang-barang yang kita butuhkan (terutama bagi wanita) seperti baju, sepatu, alat make-up, tas, gaun, dan sebagainya, sehingga bisa menunjang penampilan menjadi lebih menarik :D
  9. Dengan uang, bisa membeli rumah idaman yang nyaman buat kita. Rumah tersebut bisa kita rancang sesuai dengan keinginan kita. Misalnya membangun sebuah villa di tengah-tengah pulau yang kita beli.
  10. Saya ingin mempergunakan uang untuk membangun usaha, seperti membuka restoran atau butik :D
  11. Dengan uang, maka saya bisa menggelar resepsi pernikahan yang mewah.
Demikian kegunaan uang menurut saya, dan setiap orang bisa saja memiliki pendapat yang sama dengan saya, atau bisa juga berbeda. Selain itu, adanya uang juga bisa berdampak negatif bagi kita. Uang dapat membuat orang berambisi. Tetapi ketika ambisi orang tersebut akan uang tidak bisa tercapai, maka akan jadi pusing sendiri, kalau bahasa gaulnya ”gila karena uang” -_-


Dan yang terakhir, uang tidak bisa membeli kebahagiaan seseorang, tetapi mungkin bisa menjadi salah satu sumber kebahagiaan :D

Rabu, 14 Desember 2011

Kendala Pengembangan Kreativitas dalam Performance Kelompok

Anggota Kelompok:
Nadya Putri Delwis (10-024)
Chairunnisa (10-059)
Yani Nadiawati S. (10-125)


Kendala kreativitas yang dirasakan dalam performance kelompok:
Menurut kami, yang menjadi sumber kendala dalam penampilan kelompok:
  1. Kendala Psikologis
Di dalam proses pengerjaan tugas performance ini, kecenderungan anggota kelompok untuk bekerja didasarkan pada mood. Jika sudah mencapai mood yang positif, maka kegiatan dapat dengan lancar dilaksanakan, jika mood berada dalam kondisi yang kurang baik, maka cenderung tidak mau melanjutkan kegiatan pengerjaan tugas. Masalahnya, untuk membangun mood positif itu sangat sulit. Bisa saja pada awalnya kelompok sudah sepakat untuk mengerjakan pada hari ini, ternyata karena suatu hal, misalnya ada hal yang dapat membuat mood menjadi kurang baik, maka pengerjaan tugas akan ditunda, dan begitu seterusnya.

  1. Kendala diri sendiri
Kendala dari diri sendiri merupakan faktor internal yang biasanya memang sangat mempengaruhi pengembangan kreativitas anak. Jika dilihat dari sisi ini, maka yang dapat kami temukan adalah bahwa masalah yang dihadapi seperti terbatasnya usaha, ada pemikiran tentang harapan dari orang lain, kemalasan mental, dan juga takut untuk dikritik, diejek, atau dicemooh, serta takut mendapatkan evaluasi negatif.

Kendala Dalam Pengembangan Kreativitas


Kendala yang menghambat kreativitas:

Pada perkuliahan Kreativitas yang dilaksanakan hari Jumat, 09 Desember 2011, kami membahas mengenai faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala pengembangan kreativitas. Kendala pengembangan kreativitas tersebut bisa berupa: kendala historis, kendala biologis, kendala fisiologis, kendala sosiologis, kendala psikologis, dan kendala diri sendiri.
Dari saya pribadi, kendala utama yang menjadi penghambat kreativitas adalah bahwa penghambat kreativitas berasal dari diri sendiri. Dalam hal ini, dikarenakan masih suka bermalas-malasan, menunda-nunda pekerjaan yang seharusnya bisa dikerjakan, sehingga saya menjuluki diri sendiri sebagai “The Queen of Procrastination” -_-
Selain itu, faktor mood juga sangat mempengaruhi. Mood mungkin masuk ke dalam faktor psikologis yang menghambat kreativitas. Ketika saya merasa bahwa saya tidak mood untuk mengerjakan sesuatu, maka saya cenderung berdiam diri, tidak melakukan aktivitas apa-apa.

Kamis, 24 November 2011

Review Journal


Jurnal Lokal
Judul               : “Penerapan Prinsip-prinsip Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dalam Meningkatkan Keefektifan Proses Pembelajaran IPA di SD di Kota Tegal”
Pengarang      : PVM. Sunaryo
Tahun              : 1999
Sumber           : http://lppm.ut.ac.id/jp/21sunaryo.htm

Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dalam pembelajaran IPA memiliki peranan yang sangat strategis dalam membangun keaktifan dari siswa agar terlibat dalam aktivitas belajar mengajar. Menurut Eggen & Kauchak (1998), siswa belajar secara efektif bila siswa secara aktif terlibat dalam pengorganisasian dan penemuan pertalian-pertalian (relationships) dalam informasi yang dihadapi.
Kedua ahli tersebut menjelaskan bahwa terdapat enam ciri pembelajaran yang efektif, yaitu: (1) siswa menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui kegiatan mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan dan perbedaan, selain itu siswa mampu membentuk konsep berdasarkan kesamaan dan perbedaan yang ditemukan, (2) guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam pelajaran, (3) aktivitas-aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan pada pengkajian, (4) guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada siswa dalam menganalisis informasi, (5) orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran dan pengembangan keterampilan berpikir, serta (6) guru menggunakan teknik mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan dan gaya mengajar guru.
            Penerapan prinsip CBSA yang baik dan benar dapat meningkatkan kemampuan berpikir anak dan membantu anak memahami materi IPA yang diberikan.
Penelitian dilakukan pada tanggal 21 April – 8 Mei 1999 di Kotamadya Tegal dengan melibatkan 51 guru kelas 4, 5, dan 6 Sekolah Dasar. Data dikumpulkan melalui observasi dengan menggunakan instrumen "Lembar Observasi". Data diolah dengan menggunakan analisis deskriptif (Hadi, S. 1970). Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah memang terbukti CBSA mampu membantu keefektifan siswa dalam belajar sains, namun dalam penerapannya masih terdapat kekurangan, antara lain: guru/pengajar masih tetap mendominasi, terbatasnya alat peraga, dan juga guru/pengajar lah yang membuat kesimpulan sehingga siswa hanya tinggal meniru.
Berdasarkan buku ”Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat” oleh Utami Munandar dan merujuk pada bab 7, dapat dikatakan bahwa kebanyakan siswa yang berbakat menyukai pelajaran sains, dalam hal ini IPA, karena bagi mereka sains memiliki tantangan.
Sebaiknya, perlu diperhatikan bahwa peran guru sebagai fasilitator pada pembelajaran sains ini menurut Renzulli yang didasari dari Sisk, 1987 adalah sebagai berikut:
  1. mengakses minat siswa
  2. memperkenalkan kepada siswa berbagai bidang minat
  3. melakukan wawancara pribadi terhadap siswa
  4. mengembangkan rencana tertulis
  5. menentukan arah dan waktu siswa berbakat
  6. membantu siswa dalam mencari bermacam-macam sumber
  7. melakukan sumbang saran terhadap produk akhir
  8. memberi bantuan dalam metodologi yang perlu
  9. membantu siswa berbakat dalam menemukan pendengar untuk presentasi siswa
  10. menilai hasil studi bersama siswa berbakat dan mempertimbangkan bidang yang diteliti.
Selain itu, ada hal yang perlu diperhatikan bahwa bagaimana mendorong anak-anak tersebut untuk bekerja sesuai dengan tingkat kemampuannya.


 
Jurnal Internasional
Judul               : “Connecting the GPE and APE Curricula for Students with Mild and Moderate Disabilities”
Pengarang      : Luke E. Kelly
Tahun              : 2011
Sumber           : ProQuest Research Library

 
Pembahasan jurnal ini adalah tentang seorang anak perempuan bernama Laura, berusia 10 tahun yang memiliki skor IQ < 60. Oleh orangtuanya, Laura dimasukkan ke dalam General Physical Education (GPE) selama empat tahun terakhir. Laura memiliki masalah dalam motoriknya, sehingga terdapat kesulitan apabila ia harus dihadapkan pada olahraga yang menuntut kecepatan motoriknya. Pengajar jasmaninya, Ms. Badger khawatir Laura akan terluka, meskipun beliau mengatakan bahwa Laura menyukai olahraga. Tantangan di sini adalah untuk menyesuaikan kurikulum GPE untuk mengatasi kebutuhan siswa penyandang cacat.
            Dalam piramida kurikulum GPE, pertama kali dipelajari adalah bagaimana manajeman tubuh dan keterampilan gerakan motorik, kemudian dikombinasikan dalam untuk belajar dalam kegiatan permainan olahraga. Penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa sementara siswa penyandang cacat intelektual, seperti Laura, umumnya tertunda dalam kebugaran dan keterampilan motor-pembangunan, mereka dapat belajar dan menguasai keterampilan motorik dasar seperti berlari, menendang, dan melempar (Brace, 1968; Corder, 1966 ; Eichstaedt, Wang, Polacek, & Dohrmann, 1991; Malpass, 1960; Rarick, Dobbins, & Anak panah, 1976; Sugden, & Keogh, 1990). Banyak siswa penyandang cacat memasuki tahapan perkembangan kurikulum GPE belakang dan belajar pada tingkat lebih lambat. Dalam kasus Laura, ia mengalami keterlambatan dalam proses awalnya, sehingga ia tidak mengalami peningkatan, tidak menguasai salah satu keterampilan, dan pasti mengalami jatuh di setiap tahunnya. Idealnya, keputusan pemrograman kurikuler bagi siswa penyandang cacat harus dibuat oleh APE dan guru bekerja secara kolaboratif GPE.
            Berdasarkan buku ”Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat” oleh Utami Munandar dan merujuk pada bab 7, adanya pelaksanaan kurikulum 1994 yang menunjang pendiferensiasi kurikulum untuk para siswa berbakat melalui pilihan dan metode dan cara pembelajaran yang dapat ditentukan sendiri oleh guru/sekolah dan disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa. Dalam hal ini, terdapat kurikulum GPE yang berupaya membantu anak-anak yang memiliki disability dalam hal ini, adalah bidang gerak (motorik) atau fisikal.
Kurikulum berdiferensiasi bertujuan memberikan pengalaman pendidikan yang disesuaikan dengan minat dan juga dengan kemampuan intelektual siswa. Tujuan adanya kurikulum berdiferensiasi ini adalah untuk menimbulkan tantangan, kepuasan, dan menggerakkan siswa secara aktif dan tidak merasa bosan, sehingga dengan begitu, akan menghindari anak-anak underachiever untuk putus sekolah. Dalam kasus Laura, guru perlu memberikan kontribusi yang lebih besar lagi dalam upaya membantu Laura perlahan-lahan mampu meningkatkan kemampuan gerakan motoriknya.

Jika dibandingkan referensi yang diuraikan diatas, dapat dilihat bahwa pada buku ”Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat” (terutama pada bab 7), lebih berfokus pada pengembangan kurikulum berdiferensiasi untuk siswa berbakat. Jadi, disini ditekankan bahwa untuk melayani kebutuhan pendidikan anak berbakat perlu diusahakan pendidikan yang berdiferensiasi, yang berarti adalah memberikan pengalaman pendidikan yang disesuaikan dengan kemampuan intelektual dan juga minat siswa. Kemudian, hal yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa keberbakatan tidak akan muncul apabila kegiatan terlalu mudah dan tidak mengandung tantangan bagi anak berbakat sehingga kemampuan mereka yang unggul tidak akan tampil (Stanley, dikutip Utami Munandar, 1992).
            Pada jurnal pertama (lokal), menekankan pada cara pendekatan belajar aktif, yang juga merupakan salah satu strategi modifikasi  pembelajaran anak berbakat, dimana terdapat modifikasi lingkungan belajar, yang dapat memungkinkan semua siswa merasa bebas untuk belajar dan dapat belajar dengan caranya sendiri. Namun dalam hal ini, siswa dituntut untuk aktif dan juga ditantang untuk berpikir kritis untuk dapat menjawab pertanyaannya sendiri. Pada bidang sains, cara belajar aktif membuat siswa mampu mempelajari konsep dengan lebih mudah.
Sementara jika dilihat dari jurnal internasional, Laura tergolong dalam anak berbakat yang ”underachiever”. Kita harus menghargai potensi atau bibit unggul dan dikembangkan menjadi prestasi yang luar biasa. Anak dengan potensi yang luar biasa merupakan sumber daya yang berkualitas. Oleh karena itu, orangtua Laura memasukkan Laura pada sekolah yang memiliki kurikulum GPE (General Physical Education), yang memiliki program untuk melatih gerakan motorik anak-anak yang memiliki disability pada bagian motorik, seperti yang dialami Laura. Jadi pada intinya, kurikulum GPE tersebut merupakan bentuk kurikulum diferensiasi, dimana pengolahan kurikulum tersebut adalah mengenai bagaimana mengajarkan anak-anak underachiever dan dipercaya dapat mengembangkan kemampuan motorik anak underachiever secara perlahan-lahan dan bertahap, karena kurikulum GPE tersebut merupakan kurikulum yang dibuat untuk anak-anak penyandang cacat.

Kamis, 17 November 2011

Kegiatan Perkuliahan Kreativitas pada Kamis, 17 November 2011


Pada perkuliahan Kreativitas hari Kamis, 17 November 2011, perkuliahan dimulai dengan ditampilkannya aksi kreatif yang berupa drama musikal dari salah satu kelompok yang dianggotakan oleh 4 orang, yaitu Karin Ambarita, Yoseva Okta, Elienz Vidella, dan juga Christin Siahaan. Secara keseluruhan, penampilan yang disajikan cukup menghibur kami.
Kemudian, kami kedatangan 4 orang mahasiswi program magister profesi bidang Pendidikan Psikologi USU, yaitu Kak Ema, Kak Kiki, Kak Ulfa, dan Kak Rena. Mereka berempat membagi kami yang pada saat itu hanya terdiri dari 12 orang, menjadi  kelompok. Pembagian kelompoknya berdasarkan warna kertas origami yang dipilih masing-masing individu. Maka didapatlah 4 kelompok yang setiap kelompok beranggotakan 3 orang. Ada kelompok merah, kuning, oranye, dan ungu. Saya berada di kelompok kuning bersama Christin dan Vera Gandhi.
Setelah semua berada di dalam kelompok, kami ditugaskan untuk menghasilkan sesuatu yang kreatif dengan memanfaatkan 3 kertas origami yang diberikan, dan dibuat dalam waktu 10 menit, kemudian dipresentasikan di depan kelas mengenai hasil karyanyan dan dikaitkan dengan teori Model Belajar Mengajar Kreatif yang berada di bab 8 buku “Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat” oleh Prof. Dr. Utami Munandar. Setiap kelompok membahas 2 teori model belajar. Terdapat 8 model belajar, yaitu: model belajar taksonomi bloom, model Guilford, model Taylor, model Treffinger, model Renzulli, model Williams, taksonomi Krathwohl, dan model Clark.
Kelompok saya menciptakan bentuk: 1 bentuk kotak yang digambar smiley, 1 membentuk lipatan kecil seperti kipas, dan 1 lagi membentuk tangkai, yang kemudian ketiga bentuk tadi kami satukan menjadi bentuk mainan yang berupa gambar cewek tersenyum memakai hiasan rambut yang diletakkan pada tangkai.
Kelompok saya membahas mengenai model belajar taksonomi Krathwohl, dimana tujuan dan prosedur model belajar ini adalah ranah kognitif, dan kemudian sekarang diterapkan juga pada ranah afektif dan inteligensi. Taksonomi Krathwohl meliputi seperangkat keterampilan yang dapat dikembangkan pada siswa yang berkenaan dengan cara mereka merasa. Taksonomi ranah afektif dari Krathwohl terdiri dari lima tingkat, yaitu: receiving (menerima), willing to respond (kemauan untuk merespon), valuing (menghargai), organizing a value system (menyusun sistem nilai), dan characterization by a value or a value complex (perwatakan oleh kompleks nilai). Kemudian kami berupaya mengaitkan teori belajar tersebut dengan proses pengerjaan origami.
            Teori kedua yang dibahas oleh kelompok saya adalah teori Model Pendidikan Integratif (Clark), yang memiliki titik pusat pada fungsi alam pikiran sepenuhnya dari individu dan bertujuan membantu siswa menggunakan semua kemampuan mereka dalam belajar. Maka dari itu, model ini menilai ada 4 fungsi yang berperan membangun kreativitas dalam pembelajaran akademis maupun non-akademis, yaitu: berpikir, intuisi (firasat), perasaan, dan penginderaan.  Penerapan teori pada pembuatan hasil karya:
  • Berpikir: kelompok memikirkan bentuk apa yang bisa dibuat dari ketiga lembar origami, pada awalnya kami berpikir untuk membuat bentuk burung kertas, namun kami bertiga tidak bisa membuat bentuknya.
  • Intuisi (firasat): karena kelompok merasa kurang mampu membentuk burung dari kertas origami, maka kami mulai beralih ke konsep yang lain, benda apa yang bisa kami bentuk dan tidak begitu susah.
  • Perasaan: mulai merasakan kehadiran emosi yang kemudian mampu mendesak kami untuk menghasilkan sebuah barang dari kertas origami tersebut, sambil juga mengamati kelompok lain, yang kemudian memicu untuk segera menyelesaikan tugas dari kertas tadi.
  • Penginderaan: kelompok membuat sebuah bentuk berdasarkan apa yang sudah pernah dilihat dan juga diingat.
Setelah semua kelompok mempresentasikan, keempat kakak-kakak mahasiswi tadi pun mengevaluasi. Pertama, mereka membuat bentuk kapal terbang dari kertas yang ternyata bentuk kapal tersebut bisa diterangkan dengan kedelapan model belajar mengajar kreatif. Kedua, mereka mulai mengevaluasi kinerja kelompok, dimana hanya ada 1 kelompok yang lumayan berhasil menerapkan teori dan hasil karyanya. Pada saat evaluasi ini, ketiga kelompok yang dianggap kurang pas mengaitkan teorinya dibanding-bandingkan dengan kelompok yang lumayan behasil tadi.
Ternyata pelajaran hari ini tidak hanya sampai disitu saja, kemudian kami yang 12 orang ini dibagi menjadi 2 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 6 orang, kemudian kami bermain memindahkan karet dengan menggunakan sedotan. Dan kelompok saya keluar sebagai pemenang karena mampu mengumpulkan karet gelang sebanyak 11 butir, sementara kelompok yang satunya 9 butir.
Kemudian diadakan penilaian, didapatlah pernyataan bahwa sebenarnya kata-kata yang diucapkan kakak-kakak dievaluasi pertama yang mengenai origami tadi (membanding-bandingkan kelompok satu dengan kelompok lainnya, dan mengatakan bahwa mereka merasa kami tidak begitu kreatif , serta tidak seperti yang mereka bayangkan) merupakan pernyataan yang pura-pura, dengan alasan bahwa jika seandainya kita adalah seorang pengajar, maka tidak sepantasnya kita membanding-bandingkan antara anak yang biasa dan anak yang berbakat. Mungkin hanya bisa dibedakan berdasarkan bagaimana cara mengajar yang disesuaikan dengan kemampuan anak. Ketika seorang anak yang dibanding-bandingkan dengan anak lain, maka anak tersebut menjadi kurang percaya diri dan akan diam, dalam arti, anak tidak lagi berusaha untuk mengeksplor kemampuannya.
Sementara di permainan memindahkan karet gelang, kita dituntut untuk saling bekerja sama, berlatih kekompakan, memiliki strategi, cermat, berhati-hati serta tangkas.

Bagi saya pribadi, manfaat yang paling saya rasakan adalah yang pertama, saya menjadi terbuka pikiran mengenai bagaimana seharusnya memberikan pengajaran terhadap anak, seperti tidak boleh membedakan pemberian pengajaran antara anak yang satu dengan yang lainnya, tidak boleh membandingkan antara anak yang satu dengan yang lainnya, karena aakan mengakibatkan si anak menjadi kurang mengembangkan kemampuannya. Ketika seorang anak dibandingkan dengan anak lainnya, maka anak tersebut pasti akan berpikir “Yasudah lah, apapun yang saya lakukan pasti selalu tidak lebih baik daripada teman saya.” Nah, hal ini yang dapat mengakibatkan seorang anak menjadi pesimis sehingga sulit untuk berkembang. Kedua, yang saya dapatkan adalah sebelum memasuki kegiatan perkuliahan, ada baiknya mempersiapkan diri terlebih dahulu dengan membaca materi yang akan dikuliahkan. Dan kemudian yang terakhir adalah pada kegiatan permainan berkelompok (mengoper karet gelang), dibutuhkan kerjasama yang baik antaranggota kelompok, melatih konsentrasi, melatih penyusunan strategi (agar karet gelang tidak jatuh), dan juga dapat melatih kecermatan.
Demikian kegiatan perkuliahan di mata kuliah Kreativitas kali ini, semoga banyak hal yang bisa kita dapat dari kegiatan kali ini.....


Minggu, 30 Oktober 2011

Konsep Performance

Anggota kelompok:
Nadya Putri Delwis (10-024)
Chairunnisa (10-059)
Yani Nadiawati Septina (10-125)


Konsep performance untuk tugas kreativitas kami yaitu:

Kami akan menampilkan sebuah parody singkat dengan menampilkan performa digital dan penampilan langsung yang akan sangat menarik untuk disimak.

Dengan mengcompare-kan video klip yang asli dengan video parody yang kami buat yang ditiru dari video klip tersebut akan dapat mengundang gelak tawa penonton.

Di sela-sela performa digital, kami akan masuk dan menampilkan beberapa part secara langsung dari video klip tersebut serta akan ditunjang juga dengan properti-properti .

Performance ini diharapkan dapat menghibur para penghuni kelas kreativitas nantinya.

Sabtu, 15 Oktober 2011

Soal-Soal Kuis Kreativitas (part II)

Soal 13: Skala Renzulli-Hartman untuk menilai karakteristik perilaku siswa berbakat yang harus diisi oleh guru meliputi sub-bab apa saja? Sebutlah ciri-ciri perilaku siswa untuk setiap sub-bab skala. Apakah kesulitannya dalam mengadaptasi skala ini untuk penggunaan di Indonesia?
Jawaban: Skala Penilaian Anak Berbakat yang disusun oleh Renzulli dkk. (1971), terdiri atas empat sub-bab, yaitu: 1) ciri-ciri intelektual umum; 2) ciri-ciri motivasi; 3) ciri-ciri kreativitas; dan 4) ciri-ciri kepemimpinan. Dan kemudian setiap sub-bab skala memiliki ciri-ciri:
  1. rasa ingin tahu yang luas dan mendalam,
  2. sering mangajukan pertanyaan yang baik,
  3. memberikan banyak gagasan atau usul terhadap suatu masalah,
  4. bebas dalam menyatakan pendapat,
  5. mempunyai rasa keindahan yang dalam,
  6. menonjol dalam satu bidang seni,
  7. mampu melihat masalah dari berbagai segi/sudut pandang,
  8. mempunyai rasa humor yang luas,
  9. mempunyai daya imajinasi, dan
  10. orisinil dalam ungkapan gagasan dan dalam pemecahan masalah.
Kesulitan: Terdapat tiga subskala yang ternyata sulit bagi guru yang mengisinya dan memerlukan banyak waktu.

Soal 14: Kemukakan inti dari teori Amabile tentang Persimpangan Kreativitas (Creativity Intersection)!
Jawaban: Amabile menekankan bahwa keberhasilan dalam perwujudan kreativitas ditentukan oleh tiga faktor yang saling terkait, dan titik pertemuan antara ketiga faktor inilah yang menentukan keunggulan kreatif, yaitu pertama keterampilan dalam bidang tertentu (domain skills), keterampilan berpikir dan bekerja kreatif, dan motivasi intrinsik.

Soal 15: Uraikan karakteristik ‘keluarga kreatif’ menurut Dacey!
Jawaban: Hasil penelitian Dacey menunjukkan bahwa keluarga remaja kreatif tidak memberlakukan banyak aturan dibandingkan dengan keluarga biasa. Banyak diantara remaja kreatif yang pernah mengalami masa krisis. Humor juga merupakan ciri yang ditampilkan oleh keluarga kreatif. Keluarga kreatif lebih sering pindah rumah, dan penataan rumahnya pun berbeda dari penataan rumah pada umumnya. Orang tua mengenali tanda-tanda kekreatifan anak sudah pada usia dini, dan mereka mendorong dan memberikan banyak kesempatan untuk mengembangkan bakat anak. Orang tua dan anak dari keluarga kreatif sama-sama berpendapat bahwa peranan sekolah tidak penting dalam pengembangan kreativitas anak. Tetapi, remaja kreatif cenderung untuk bekerja lebih keras daripada teman-teman sekolahnya.

Soal 16: Perbedaan apa yang nyata antara keluarga anak berbakat dan keluarga anak biasa (dengan tingkat kecerdasan rata-rata) dalam penelitian yang dilakukan di Jakarta tahun 1982?
Jawaban: Hasil studi penelitian di Jakarta menunjukkan bahwa orang tua anak berbakat mempunyai tingkat pendidikan, jabatan profesional, dan penghasilan yang lebih tinggi. Lebih banyak dari mereka yang mempunyai hobi membaca, walaupun secara umum kebiasaan membaca semua orang tua belum tinggi. Taraf aspirasi orang tua anak berbakat sehubungan dengan pendidikan anak lebih tinggi. Jumlah anak dalam keluarga lebih kecil dan persentase anak berbakat yang termasuk anak sulung lebih tinggi. Gambaran ini menunjukkan kecenderungan yang sama sebagaimana dikemukakan para ahli berdasarkan penelitian di luar negeri.
            Dibandingkan dengan keluarga anak berbakat, orang tua dengan IQ rata-rata lebih mementingkan ciri “kepatuhan” pada anak. Anak dengan anak IQ rata-rata dituntut banyak oleh orang tuanya untuk menyelesaikan tugas-tugas rumah, sehingga mereka tidak memiliki waktu untuk mengerjakan hal-hal yang mereka senangi.

Soal 17: Dengan cara-cara apakah orang tua dapat merangsang kreativitas anak di rumah? Berilah contoh kasus nyata yang Anda kenal!
Jawaban: Orang tua dapat menjadi model bagi anak. Orang tua hendaknya dapat menghargai minat intrinsik anak, dan menunjukkan perhatian dan melibatkan diri secara intelektual dengan baik, mendiskusikan masalah, mempertanyakan, menjajaki, dan mengkaji. Orang tua anak kreatif merasa aman dan yakin tentang diri sendiri, tidak memperdulikan status sosial, dan tidak terlalu terpengaruh tuntutan sosial. Mereka melakukan tugas sebagai orang tua dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan kemampuannya.
Contohnya: di Indonesia, terdapat seorang anak bernama Rifai. Kondisi keluarga Rifai sangat sederhana. Fai kemudian menjadi bahan berita, karena pada umur 2-3 tahun, Fai sudah mampu menghapal susunan kabinet pemerintahan Indonesia, serta sebagian pengetahuan-pengetahuan umum lainnya.  Perkembangan Fai juga cukup baik. Fai juga dapat membuat mainannya sendiri seperti kuda-kudaan ataupun kendaraan-kendaraan perang yang ia buat dari barang bekas, karena orang tuanya tidak sanggup membelikannya mainan. Dari hasil pemeriksaan psikologis, ternyata taraf kecerdasan Fai tergolong cukup tinggi. Kemampuan psikomotoriknya berkembang lebih baik daripada kemampuan verbalnya.

Soal 18: Jelaskan sikap orang tua yang memupuk pengembangan kreativitas anak! Simpulkan tiga asas yang paling penting!
Jawaban: Terdapat beberapa sikap orang tua yang mampu memupuk pengembangan kreativitas anak, yaitu:
  • menghargai pendapat anak dan mendorongnya untuk mengungkapkannya,
  • memberi waktu kepada anak untuk berpikir, merenung, dan berkhayal,
  • membiarkan anak mengambil keputusan sendiri,
  • mendorong kemelitan anak, untuk menjajaki dan mempertanyakan banyak hal,
  • meyakinkan anak bahwa orang tua menghargai apa yang ingin dicoba dilakukan, dan apa yang dihasilkan,
  • menunjang dan mendorong kegiatan anak,
  • menikmati keberadaannya bersama anak,
  • memberi pujian yang sungguh-sunggu kepada anak,
  • mendorong kemandirian anak dalam bekarja, dan
  • melatih hubungan kerja sama yang baik dengan anak.
Dari berbagai penelitian dapat disimpulkan bahwa sikap orang tua yang memupuk kreativitas anak sangat berbeda dari sikap orang tua yang tidak menunjang pengembangan kreativitas anak. Penting pula peranan kelompok orang tua anak berbakat sebagai pendukung program anak berbakat di sekolah.

Soal 19: Kita dapat membedakan tiga kategori karakteristik guru anak berbakat. Jabarkan ciri-ciri guru anak berbakat pada setiap kategori!
Jawaban: Karakteristik guru anak barbakat:
1)      Karakteristik filosofis, yaitu: merupakan cara pandang seorang guru mengenai pendidikan yang berdampak pada pendekatan mereka terhadap mengajar. Strom (1983) mengemukakan konflik filosofis pada guru anak berbakat, dimana guru cenderung berpikir bahwa anak berbakat dapat berhasil dari dirinya sendiri, sehingga tidak perlu diperhatikan. Kadang-kadang guru cenderung berpikir bahwa selama anak berbakat mencapai niali tinggi dan tidak menimbulkan masalah, tidak perlu mempertimbangkan ketidakpuasan dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan mereka.
2)      Karakteristik profesional, yaitu: meliputi strategi untuk mengoptimalkan belajar siswa berbakat. Plowman (dalam Sisk, 1987) membedakan sepuluh kelompok karakteristik profesional anak berbakat, yaitu: a) assessment anak berbakat; b) mengetahui tentang sifat dan kebutuhan anak berbakat; c) menggunakan data assessment dalam merencanakan program individual untuk anak berbakat; d) mengetahui tentang model kurikulum yang penting untuk pendidikan anak berbakat; e) mampu dalam menggunakan dinamika kelompok; f) mengetahui tentang berbagai program untuk anak berbakat, minat, dan komitmen terhadap pembelajaran anak berbakat; g) mengetahui tentang aturan dan hukum sehubungan dengan pendidikan anak berbakat; h) mengetahui dan mampu untuk membimbing anak berbakat dan orang tua mereka; serta i) mengetahui tentang kecenderungan dan isu dewasa ini dalam pendidikan anak berbakat.
3)      Karakteristik pribadi guru anak berbakat meliputi motivasi, kepercayaan diri, rasa humor, kesabaran, minat luas, dan fleksibilitas (kelenturan). Lindsey (dalam Sisk, 1987) menyimpulkan karakteristik pribadi dari guru yang berhasil bekerja dengan anak berbakat, mencakup memahami dan menerima diri sendiri, mempunyai kekuatan ego, kepekaan terhadap orang lain, minat intelektual diatas rata-rata, serta bertanggung jawab terhadap perilaku diri sendiri dan akibatnya.

Soal 20: Dengan cara-cara apa kita dapat memanfaatkan peranan mentor sebagai narasumber untuk program anak berbakat?
Jawaban: Program sekolah dapat menunjuk mentor untuk melengkapi pendidikan anak berbakat. Mentor ini biasanya sukarelawan dari masyarakat yang mengundang anak berbakat untuk mengunjungi tempat kerja mereka.
            Memanfaatkan peranan untuk anak berbakat adalah dengan cara mengikuti program pelatihan yang dimentori oleh pementor yang sudah terlatih untuk mengatasi anak-anak berbakat.

Soal 21: Berilah tiga contoh dari kegiatan yang merangsang kreativitas anak di sekolah!
Jawaban: 1) memberikan kebebasan pada anak untuk mengekspresikan kemampuannya, baik dalam bidang sains, seni, maupun olahraga; 2) memberikan feedback pada setiap kegiatan yang dilakukan oleh anak, daripada mengkritik hasil pekerjaannya; 3) mengajak anak bereksplorasi dengan membaca, memperkenalkannya dengan tempat-tempat yang bisa dijadikan sebagai sarana bermain agar anak mempu bereksperimen dan melakukan hal-hal yang ia senangi.

Soal 22: Unsur-unsur mana yang penting diperhatikan dalam merancang strategi mengajar yang meningkatkan kreativitas siswa?
Jawaban: Unsur-unsur penting yang diperhatikan dalam merancang strategi mengajar adalah unsur penilaian, hadiah, dan pilihan.
  • Penilaian: menurut Amabile (1989), penilaian guru terhadap murid mungkin merupakan pembunuh kreativitas paling besar.  Di dalam kelas yang menunjang kreativitas, guru menilai pengetahuan dan kemajuan siswa melalui interaksi terus-menerus dengan siswa. Guru dapat mengikutsertakan siswa untuk menilai pekerjaan mereka sendiri. Agar anak tidak kecewa jika pekerjaannya kurang baik, guru hendaknya memperhatikan bagian atau soala mana yang dibuat cukup baik, dan memberi penghargaan untuk itu; selain itu, guru juga hendaknya memberi pengertian bahwa siswa mengalami masalah dalam mengerjakan soal-soal tertentu dan mengajaknya mencari cara lain agar siswa dapat memahami kesalahan yang ia perbuat.
  • Hadiah: cukup banyak penelitian menunjukkan bahwa jika anak terpusat untuk mendapatkan hadiah sebagai alasan untuk melakukan sesuatu, maka motivasi intrinsik dan kreativitas mereka akan menurun. Hadiah yang terbaik untuk pekerjaan yang baik adalah tidak berupa materi (intangible), seperti senyuman dan anggukan, kata penghargaan, kesempatan untuk mempresentasikan hasil karyanya sendiri, dan pekerjaan tambahan.
  • Pilihan: sedapat mungkin, berilah anak kesempatan untuk memilih, misalnya dalam memilih topik karangannya sendiri. Kreativitas tidak akan berkembang jika anak hanya dapat melakukan sesuatu dengan satu cara.

Soal 23: Buatlah desain ruang kelas yang memudahkan belajar-mengajar secara kreatif!
Jawaban: Pada umumnya, kelas terbuka mempunyai struktur yang tidak kaku, kurang ada tekanan terhadap kinerja siswa, dan lebih banyak pada perhatian individual, sehingga anak akan belajar lebih baik jika tingkat dan kecepatan kurikulum disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan anak-anak.
            Di samping itu, ruang kelas hendaknya merangsang secara visual, tanpa mengganggu perhatian. Ruang kelas diisi dengan berbagai produk yang dihasilkan siswa, ada lukisan, foto, karangan, patung, dan karya-karya lain. Selain itu, bahan penunjang pendidikan disediakan dalam jumlah yang cukup banyak. Pusat sains di dalam kelas mengandung berbagai material yang memungkinkan anak melakukan banyak kegiatan dan eksperimen.

Soal 24: Buatlah bagan yang mensintesiskan pendapat para pakar di Indonesia!
Jawaban:
1) Menurut Arieti, kebudayaan creativogenic memiliki karakteristik sebagai berikut:
  • Tersedianya sarana-prasarana kebudayaan
  • Keterbukaan terhadap rangsangan kebudayaan
  • Penekanan pada becoming, tidak hanya pada being
  • Kesempatan bebas terhadap media kebudayaan
  • Kebebasan, dengan pengalaman tekanan dan rintangan sebagai tantangan
  • Menghargai dan dapat mengintegrasi rangsangan dari kebudayaan yang berbeda
  • Toleransi dan minat terhadap pandangan yang divergen
  • Interaksi antara pribadi-pribadi yang berarti, dan
  • Adanya insentif, penghargaan atau hadiah.
2) Selo Soemardjan (1981) menekankan bahwa ‘orang yang benar-benar kreatif memiliki sistem nilai dan sistem apresiasi hidup sendiri yang mungkin tidak sama dengan nilai-nilai yang dianut masyarakat ramai. Kreativitas merupakan sifat pribadi seorang individu dan bukan merupakan sifat sosial yang dihayati oleh masyarakat.
3) Harsya Bachtiar, seperti juga Rogers (1982, dalam Vernon) memaparkan kebutuhan sosial akan kreativitas yang menghendaki suatu bentuk, struktur, pola atau sistem yang baru, karena apa yang telah ada dianggap tidak lagi memadai atau tidak bisa memenuhi kebutuhan.
            Pendapat dan gagasan beberapa pakar Indonesia mengenai kaitan dan peranan faktor-faktor sosial dan budaya dengan pengembangan kreativitas anggota masyarakat menunjukkan kesamaan dengan temuan pakar dan peneliti di luar negeri sehubungan dengan kondisi sosial-budaya yang menunjang atau menghambat kreativitas bangsa.

Daftar Pustaka:
Munandar, Utami. 2009. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta

Soal-Soal Kuis Kreativitas (part I)


Soal 1: Kemukakan dalam bidang apa saja dirasakan kebutuhan akan kreativitas, dan berilah contoh dari pengalaman dan pengamatan Anda di Indonesia.
Jawaban: Kreativitas sesungguhnya sangat diperlukan di berbagai aspek kehidupan, termasuk di dalam bidang ekonomi, kesehatan, politik, maupun dalam bidang sosial dan budaya. Banyak departemen pemerintah yang membutuhkan individu-individu yang kreatif dan inventif.
Di Indonesia, kreativitas belum terlalu dianggap penting. Contohnya saja, di dalam dunia pendidikan. Penilaian-penilaian di dalam dunia pendidikan belum sampai pada penilaian kreativitas, melainkan hanya terpaku pada penilaian yang menuntut kemampuan inteligensi semata. Yang dinilai adalah dari segi pemikiran secara konvergen (berpikir hanya pada satu aspek, tidak meluas), sementara penilaian terhadap pemikiran divergen (pemikiran yang lebih luas, menekankan pada kemampuan berpikir kreatif) kurang begitu diperhatikan.

Soal 2: Kendala apa saja yang terutama menghambat studi tentang kreativitas dan penerapannya dalam dunia pendidikan?
Jawaban: Kendala konseptual yang utama terhadap studi kreativitas adalah pengertian tentang kreativitas sebagai sifat yang diwarisi oleh orang yang berbakat luar biasa atau jenius. Kreativitas diasumsikan sebagai seuatu yang dimiliki, sehingga tidak banyak yang dapat dilakukan melalui pendidikan untuk mempengaruhinya.
Kendala konseptual lainnya terletak pada alat-alat ukur (tes) yang biasanya dipakai di sekolah-sekolah, yaitu tes inteligensi tradisional yang mengukur kemampuan siswa untuk belajar, dan tes prestasi belajar untuk menilai kemajuan siswa selama program pendidikan. Tes inteligensi maupun tes prestasi belajar kebanyakan hanya meliputi tugas-tugas yang yang harus dicari jawabannya secara benar (berpikir konvergen), sementara untuk mengembangkan kreativitas, kita dituntut untuk berpikir divergen, yaitu berpikir dengan menjajaki segala kemungkinan atas suatu masalah.
Sebab utama lain dari kurangnya perhatian dunia pendidikan dan psikologi terhadap kreativitas terletak pada kesulitan merumuskan konsep kreativitas itu sendiri.
            Sebab lain dari kelalaian terhadap masalah pengembangan kreativitas adalah metodologis. Tuntutan akan alat-alat ukur yang mudah digunakan dan objektif telah mengalihkan perhatian dari upaya untuk mengukur kemampuan kreatif.
Penggunaan metode stimulus-respons dalam teori belajar merupakan sebab lain dari kurangnya perhatian dari psikologi dan pendidikan terhadap masalah kreativitas (Guilford, 1959).

Soal 3: Berilah contoh dari aptitude dan non-aptitude traits dari kreativitas, dan berilah argumentasi Anda mengapa keduanya penting untuk dikembangkan pada semua siswa, dan khususnya siswa berbakat.
Jawaban: Contoh dari aptitude yaitu meliputi kelancaran, kelenturan (fleksibilitas), dan orisinalitas dalam berpikir, dan ciri-ciri ini dioperasionalkan dalam tes berpikir divergen.
Contoh dari non-aptitude traits yaitu meliputi kepercayaan diri, keuletan, apresiasi estetik, kemandirian, dan motivasi internal.
Kedua ciri-ciri kreativitas ini penting dikembangkan karena pengembangan kreativitas siswa tidak hanya mempertimbangkan pemikiran yang kreatif saja, melainkan juga pemupukan sikap dan ciri-ciri kepribadian kreatif. Selain itu, keberbakatan merupakan perpautan antara inteligensi, pengetahuan umum, task commitment, dan juga motivasi internal. Hal-hal tersebut merupakan gabungan dari aptitude dan non-aptitude traits (afektif).

Soal 4: Bagaimana definisi USOE tentang keberbakatan yang diadopsi di Indonesia? Apakah kelebihan dan dan keterbatasan dari definisi tersebut?
Jawaban: Definisi USOE bahwa anak berbakat adalah mereka yang oleh orang-orang profesional diidentifikasi sebagai anak yang mampu mencapai prestasi yang tinggi karena mempunyai kemampuan-kemampuan yang unggul. Anak-anak tersebut memerlukan program pendidikan yang berdiferensiasi dan/atau pelayanan di luar jangkauan program sekolah biasa agar dapat merealisasikan sumbangan mereka terhadap masyarakat maupun untuk pengembangan sendiri. Kemampuan-kemampuan tersebut, baik secara potensial maupun yang telah nyata, meliputi:
  • Kemampuan intelektual umum
  • Kemampuan akademik khusus
  • Kemampuan berpikir kreatif-produktif
  • Kemampuan memimpin
  • Kemampuan dalam salah satu bidang seni
  • Kemampuan psikomotor (seperti dalam olahraga)
Keterbatasan definisi: pada tahun 1978 di Amerika Serikat kemampuan psikomotor dihapus dari daftar penggolongan bakat tersebut, karena bakat dalam psikomotor (dalam hal ini bidang olahraga) sudah cukup mendapat perhatian dan terlayani. Dimana-mana sudah ada akademi atau sekolah untuk berbagai jenis olahraga.
Kelebihan definisi: Pertama, bahwa harus dibedakan antara bakat sebagai potensi yang mungkin belum terwujud dan bakat yang sudah terwujud dan nyata dalam prestasi yang unggul. Dalam hal ini berarti bahwa anak “underachiever”, yaitu yang belum berprestasi sesuai dengan potensinya yang unggul, juga diidentifikasikan sebagai anak berbakat. Kedua ialah tuntutan bahwa anak bebakat memerlukan pelayanan dan program pendidikan khusus sesuai dengan potensi, minat, dam kemmpuannya; hal ini sesuai dengan UU No. 2 Pasal 24 ayat (1).

Soal 5: Rumuskan dan gambarkan konsep keberbakatan menurut Renzulli. Apakah makna dari definisi tersebut?
Jawaban: Renzulli mengemukakan “Three-Ring Conception” yang menyatakan bahwa tiga ciri pokok yang merupakan kriteria (persyaratan) keberbakatan ialah keterkaitan antara: kemampuan umum diatas rata-rata, kreativitas diatas rata-rata, dan pengikatan diri terhadap tugas (task commitment) yang cukup tinggi.
            Definisi operasional tentang keberbakatan ini merupakan bagian esensial dari setiap program khusus untuk anak berbakat karena memberikan arah, baik untuk sistem identifikasi ataupun untuk praktek pendidikan khusus anak berbakat. Penting bahwa suatu definisi mengetahui tiga kriteria berbakat, yakni:
  • Harus berdasarkan riset tentang karakteristik orang berbakat
  • Memberikan arah dalam seleksi dan/atau pengembangan instrumen dan prosedur identifikasi
  • Memberikan arah dan berkaitan dengan praktek program, seperti seleksi mencari dan metode instruksi serta seleksi dan pelatihan guru anak berbakat.

Soal 6: Berilah rumusan Anda sendiri mengenai “keberbakatan” atau “anak berbakat” yang merupakan sintesis dari definisi USOE dan konsepsi Renzulli.
Jawaban: Anak berbakat adalah mereka yang memiliki kemampuan intelektual umum, bakat kreatif , aktif dan produktif, serta merupakan keterpautan antara kemampuan umum, kreativitas, dan juga task commitment.

Soal 7: Bagaimana hubungan antara kreativitas dan aktualisasi diri? Pilihlah tiga tokoh di Indonesia yang menurut Anda merupakan teladan (model) dari keunggulan kreatif.
Jawaban: Menurut psikolog humanistik, seperti Abraham Maslow dan Carl Rogers, aktualisasi diri adalah apabila seseorang menggunakan semua bakat dan talentanya untuk menjadi apa yang ia mampu, mengaktualisasikan atau mewujudkan potensinya.
            Rogers menekankan (1962) bahwa sumber dari kreativitas adalah kecenderungan untuk mengaktualisasi diri, mewujudkan potensi, dorongan untuk berkembang menjadi matang, kecenderungan untuk mengekspresikan dan mengaktifkan semua kemampuan organisme. Yonge (1975) menemukan korelasi positif antara skor pada aktualisasi diri (Personal Orientation Inventory, Shostrum, 1963) dan beberapa ukuran kreativitas, seperti skala kreativitas “Adjective Checklist”.
Kreativitas aktualisasi diri adalah kekreatifan yang umum dan “content free”. Banyak program kreativitas yang bertujuan untuk: a) meningkatkan kesadaran kreativitas; b) memperkokoh sikap kreatif, seperti menghargai gagasan baru; c) mengajarkan teknik menemukan gagasan dan memecahkan masalah secara kreatif; dan d) melatih kemampuan kreatif secara umum.
Damm (1970) menyimpulkan bahwa baik kreativitas maupun inteligensi berkorelasi dengan aktualisasi diri, dan tingkat aktualisasi diri yang tertinggi dicapai oleh siswa menengah yang sama-sama kreatif dan inteligen.

Soal 8: Bagaimana teori-teori psikoanalisis menjelaskan kinerja kreatif individu? Bandingkan teori Freud, Kris, dan Jung.
Jawaban: Pada umumnya, teori-teori psikoanalisis melihat kreativitas adalah hasil dari pemecahan suatu masalah, yang biasanya dimulai pada masa kanak-kanak. Pribadi kreatif dipandang sebagai individu yang memiliki pengalaman traumatis, yang dihadapi dengan memungkinkan gagasan-gagasan yang disadari dan yang tidak disadari.
A)      Teori Freud: Sigmund Freud (1856-1939) menjelaskan proses kreatif dari mekanisme pertahanan (defense mechanism), yang merupakan upaya tak sadar untuk menghindari kesadaran mengenai ide-ide yang tidak menyenangkan atau yang tidak dapat diterima. Karena mekanisme pertahanan mencegah pengamatan yang cermat dari dunia dan menghabiskan energi psikis, maka mekanisme pertahanan dianggap merintangi produktivitas kreatif. Namun, meskipun kebanyakan mekanisme pertahanan menghambat tindakan kreatif, subliminal mechanism justru merupakan penyebab utama kreativitas. Menurut Freud, orang hanya didorong untuk menjadi kreatif jika mereka dapat memnuhi kebutuhan seksual secara langsung. Contoh, seniman Leonardo da Vinci yang membuat lukisan sebagai hasil dari kebutuhan seksual dengan tokoh ibu yang disublimasi.
B)       Teori Kris: Ernest Kris (1900-1957) menekankan bahwa regression mechanism (mekanisme pertahanan regresi, yang merupakan bentuk peralihan ke perilaku sebelumnya, jika perilaku sekarang tidak berhasil atau tidak memberikan kepuasan) juga sering muncul dalam tindakan kreatif. Orang-orang yang kreatif adalah orang-orang yang paling mampu memanggil bahan-bahan dari alam pikiran tidak sadar. Orang kreatif tidak mengalami hambatan untuk bisa seperti ‘anak’ dalam pikiran mereka. Dengan begitu, mereka mampu melihat masalah dengan cara yang segar dan inovatif untuk “regress in the service of the ego”.
C)      Teori Jung: Carl Jung (1875-1961) percaya bahwa ketidaksadaran memainkan peranan yang amat penting dalam kreativitas tingkat tinggi. Secara tidak sadar, kita mengingat pengalaman-pengalaman yang paling berpengaruh dari nenek moyang kita, disebut collective unconsciuos. Dari collective unconscious (ketidaksadaran kolektif) ini timbul penemuan, teori, seni, dan karya-karya baru lainnya. Proses inilah yang menyebabkan kelangsungan dari eksistensi manusia.

Soal 9: Bagaimana kondisi internal (pribadi kreatif) dan kondisi eksternal (lingkungan) yang memupuk kreativitas yang konstruktif menurut Rogers?
Jawaban: Menurut Carl Rogers (1902-1987) kondisi pribadi kreatif (internal) adalah: a) keterbukaan terhadap pengalaman; b) kemampuan untuk menilai situasi dengan patokan pribadi seseorang (internal locus of evaluation); dan c) kemampuan untuk bereksperimen, untuk “bermain” dengan konsep-konsep.
Kondisi eksternal (lingkungan): menurut pengalaman Rogers dalam psikoterapi, penciptaan  kondisi keamanan dan kebebasan psikologis memungkinkan timbulnya kreativitas yang konstruktif. Dalam situasi ini, “real self” dimungkinkan untuk timbul, untuk diekspresikan dalam bentuk-bentuk baru dalam hubungannya dengan lingkungannya.

Soal 10: Bagaimana pada umumnya gambaran ciri-ciri kepribadian yang kreatif menurut hasil penelitian? Jelaskan bagaimana ciri-ciri tersebut dalam kondisi yang tidak menguntungkan dapat menjelma sebagai ciri-ciri perilaku yang negatif?
Jawaban: Penelitian pertama di Indonesia mengenai ciri-ciri kepribadian yang kreatif dilakukan pada tahun 1977  oleh penulis dengan membandingkan pendapat dari tiga kelompok: psikolog, guru, dan orang tua. Alat penelitian yang digunakan adalah adaptasi dari Torrance, yaitu Ideal Pupil Checklist.
Ciri-ciri perilaku yang ditemukan pada orang-orang yang memberikan sumbangan kreatif digambarkan sebagai berikut: berani dalam pendirian/keyakinan, melit (ingin tahu), mandiri dalam berpikir dan mempertimbangkan, bersibuk diri terus-menerus dengan kerjanya, intuitif, ulet, tidak bersedia menrima pendapat dari otoritas begitu saja.
Dalam kondisi yang tidak menguntungkan, anak yang kreatif bisa juga menunjukkan ciri-ciri perilaku negatif, seperti: sikap tidak kooperatif, egosentris, terlalu asertif, kurang sopan, acuh tak acuh terhadap aturan, keras kepala, emosional, menarik diri, dan menolak dominasi atau otoritas guru.

Soal 11: Buatlah rencana kegiatan belajar siswa berbakat berdasarkan strategi 4P untuk mengembangkan kreativitas!
Jawaban: 1) guru hendaknya membantu siswa menemukan bakat-bakatnya dan menghargainya, jangan mengharapkan semua siswa melakukan atau menghasilkan hal-hal yang sama, atau mempunyai minat yang sama; 2) mendorong bakat siswa untuk menjadi lebih maksimal dengan cara memberi dukungan dan menghargai setiap kegiatan kreatif yang dihasilkan oleh individu; 3) pendidik hendaknya dapat merangsang anak untuk dapat melibatkan dirinya dalam kegiatan yang kreatif, mengingat bahwa kurikulum sekolah yang padat membuat siswa tidak memiliki peluang untuk kegiatan kreatif; dan 4) hendaknya pendidik menghargai produk kreativitas anak dan mengkomunikasikannya dengan yang lain, misalnya memamerkan hasil karya kreatif mereka.

Soal 12: Jelaskan perbedaan antara anak precocious dan anak yang prodigious. Berilah contoh kasus dari pengalaman Anda!
Jawaban: Anak precocious adalah seseorang yang mampu melakukan hal-hal yang biasanya dilakukan oleh mereka yang lebih tinggi usianya.
Anak prodigious adalah seseorang yang prestasinya begitu luar biasa dan langka sehingga begitu menakjubkan.
Anak-anak prodigious tanpa kecuali kreatif, sementara ahli matematika yang precocious belum tentu kreatif. Sebaliknya, anak yang prodigious belum tentu IQ-nya sangat tinggi. Contoh, seorang teman sekelas saya, yang usianya dua tahun lebih muda dari saya bisa menyelesaikan soal-soal yang seharusnya menjadi tugas orang yang lebih tua tiga tahun diatasnya.

Kamis, 06 Oktober 2011

Proses Menjadi Kreatif dan Faktor Pendorongnya


Proses individu menjadi kreatif tidak hanya didasarkan pada faktor motivasi (intrinsiik) yang dimiliki oleh individu tersebut saja. Disamping itu, individu disokong oleh lingkungan (eksternal), seperti faktor lingkungan keluarga dan masyarakat, serta adanya peran pengajar.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Decey (1989), remaja yang kreatif berasal dari keluarga yang kreatif juga. Sementara remaja yang kurang kreatif berasal dari keluarga yang tidak mendukung perkembangan anak secara aktif. Hasil penelitian ini menunjukkan pentingnya keterlibatan keluarga dalam mengembangkan kreativitas anak.
Biasanya remaja yang kreatif berada di dalam keluarga yang tidak terlalu banyak aturan, tidak mengekang, mendukung dan mendorong perkembangan kreatif anak, serta orang tua yang kreatif berpendapat bahwa prestasi akademik anak tidak begitu penting.
Lain halnya dengan anak remaja dengan keluarga yang kreatif. Biasanya keluarga ini terlalu mementingkan prestasi skolastik, memiliki banyak aturan-aturan, orang tua ketat terhadap segala kegiatan anak, orang tua menekan dan memaksa anak untuk menyelesaikan tugas, serta didikan bersifat otoriter.
Di dalam praktek kehidupan, keluarga saya merupakan keluarga yang tidak otoriter, tidak terlalu mementingkan prestasi akademik, serta mendukung kegiatan-kegiatan yang saya lakukan (dalam konteks kegiatan yang positif). Nah, hal ini membuat saya lebih mandiri, tidak merasa terkekang dalam berekspresi, dan adanya peran keluarga membuat saya lebih ingin berekplorasi karena keluarga juga memberikan masukan-masukan terhadap saya dalam melakukan kegiatan.
Selain faktor keluarga, sebenarnya ada juga faktor lingkungan masyarakat, seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya. Selama mengikuti kegiatan perkuliahan Kreativitas ini, saya belajar dan bekerja sama dengan orang-orang yang menurut saya kreatif. Jadi, saya yang merasa diri saya pas-pasan pun termotivasi untuk meningkatkan kekreativitasan saya agar menjadi lebih baik dari sebelumnya. Kemungkinan untuk terus maju dan berkembang pasti ada, tergantung bagaimana kita mengikuti proses-proses pengembangan kreativitas tersebut dengan baik.
Dan yang tak kalah penting juga, yaitu peran pengajar dalam mengembangkan kreativitas anak. Dalam hal ini sering disebut sebagai mentor. Maker (1982) membagi karakteristik guru anak berbakat menjadi tiga kelompok, yaitu: filosofis, profesional, dan pribadi.
Karakteristik filosofis penting karena cara guru memandang bagaimana pendidikan memiliki dampak terhadap pendekatan mereka dalam mengajar. Menurut Wellborn (dikutip Sisk, 1987) guru dapat mengalami kesulitan filosofis dengan upaya pengembangan kreativitas dalam kelas. Karakteristik profesional dari guru dapat dikembangkan dengan pelatihan seperti pengembangan teknik mengajar, strategi yang maju dalam mata ajaran tertentu, memahami ilmu komputer, dan lain sebagainya. Karakteristik pribadi guru anak berbakat meliputi motivasi, rasa humor, kesabaran, kepercayaan diri, tenggang rasa, empati, serta aktualisasi diri.
Dengan didukung oleh adanya faktor internal seperti motivasi untuk menjadi kreatif, serta faktor eksternal seperti keluarga, masyarakat, dan pengajar, maka anak akan mampu mengembangkan kekreativitasannya dengan baik.

Rabu, 05 Oktober 2011

Pendekatan Konsep Empat P dalam Pengembangan Kreativitas


Menurut saya, kreatif adalah dimana kita memikirkan apa yang tidak dipikirkan oleh orang lain. Kreativitas bisa datang kapan saja dan dimana saja.
Terdapat empat aspek kreativitas yang kita kenal dengan istilah “Empat P”, yaitu: Pribadi, Pendorong, Proses, dan Produk. Konsep empat P ini merupakan wujud pengembangan kreativitas.
Berdasarkan buku yang ditulis oleh Utami Munandar “Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat”, terdapat beberapa teori yang melandasi tentang pembentukan Pribadi yang kreatif, yaitu:
  1. Teori Psikoanalisis
Pada umumnya, teori Psikoanalisis menilai kreativitas sebagai hasil dalam mengatasi masalah, dan biasanya dimulai dari masa kanak-kanak. Dalam Psikoanalisis, pribadi yang kreatif dinilai sebagai orang yang memiliki pengalaman traumatis, yang memungkinkan individu mencampurkan hal yang ia sadari dan yang tidak ia sadari menjadi sebuah pemecahan inovatif dari traumanya tersebut.
  1. Teori Humanistik
Teori humanistik menilai kreativitas merupakan hasil dari kesehatan psikologis yang sangat baik. Selain itu, kreativitas terus-menerus berkembang dan tidak terbatas dalam waktu tertentu.
Menurut Carl Rogers (1902-1987), terdapat tiga kondisi pribadi yang kreatif, yaitu: 1) keterbukaan terhadap pengalaman; 2) kemampuan untuk menilai situasi sesuai dengan patokan pribadi seseorang; 3) kemampuan untuk bereksperimen, untuk “bermain” dengan konsep.

Biasanya, anak yang kreatif memiliki ciri yang menonjol, seperti memiliki rasa ingin tahu yang kuat, memiliki minat yang banyak, dan melakukan aktivitas-aktivitas yang kreatif. Anak yang kreatif memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Orang yang memiliki inovasi tinggi biasanya berani berbeda dari orang lain, selalu memberikan kejutan, menonjol, serta rasa percaya diri yang tinggi dan keuletan membuat mereka tidak cepat putus asa. Thomas Alfa Edison saja mengalami sekitar 200 kali kegagalan dalam percobaannya, sebelum ia menemukan bola lampu yang memang benar-benar berfungsi dalam kehidupan manusia. Ia mengungkapkan bahwa “Genius is 1% inspiration and 99% perspiration”.

Sependapat dengan Carl Rogers, bahwa individu yang kreatif itu adalah individu yang terbuka pada pengalaman. Pada saat mengerjakan tugas individu 1, saya mendapatkan ide kreasi dari pengalaman yang saya dapat bersama teman saya.

Selanjutnya teori mengenai Pendorong (Press)
Setiap orang memiliki kecenderungan atau dorongan untuk mewujudkan potensinya; dorongan untuk menjadi matang dan berkembang, dan dorongan untuk mengaktifkan semua potensi yang dimiliki oleh seseorang. Dorongan ada pada diri setiap orang dan bersifat internal, terdapat di dalam diri individu, tetapi memerlukan situasi dan kondisi yang pas untuk mengekspresikannya.
Tidak hanya kondisi internal yang mendorong individu menjadi kreatif. Kondisi lingkungan sebagai kondisi eksternal juga berpengaruh. Menurut Roger dalam psikoterapinya, penciptaan kondisi keamanan dan psikologis memungkinkan timbulnya ide kreatif yang konstruktif.
Dalam hal ini, saya menciptakan celengan karena adanya dorongan internal, yaitu motovasi untuk menabung, serta dorongan ekternal (lingkungan), yaitu adanya dukungan dari orang-orang sekitar sewaktu saya mengemukakan pendapat saya untuk membuat celengan.

Mengenai teori Proses yang kreatif:
Teori Wallas
Teori Wallas merupakan salah satu teori tradisional yang sampai sekarang masih banyak dikutip. Dalam bukunya “The Art of Thought” (Piirto, 1992), menyatakan bahwa proses kreatif meliputi empat tahap, yaitu: 1) persiapan; 2) inkubasi; 3) iluminasi; dan 4) verifikasi. Tahap pertama, seseorang mempersiapkan diri untuk memecahkan masalah dengan berpikir dan mencari-cari informasi. Kedua, kegiatan-kegiatan mencari data dan informasi tidak dilanjutkan. Ketiga,  tahap iluminasi merupakan tahap munculnya insight, saat timbulnya gagasan baru, beserta proses-proses bagaimana timbulnya gagasan tersebut. Keempat, tahap verifikasi ialah tahap dimana ide atau kreasi baru tersebut harus diuji terhadap realitas, diperlukan pemikiran yang konvergen.

Dalam pembuatan tugas individu 1, saya mengikuti setiap tahapan, pada tahap pertama, dengan saya mengingat suatu momen lah yang mengakibatkan saya mendapatkan informasi. Kemudian saya berhenti sejenak sambil berpikir mengenai ide yang saya dapatkan. Setelah itu saya mulai mendapatkan gagasan baru mengenai model celengan, kerangka celengan, dan sebagainya. Terakhir, saya menguji hasil kreasi saya apakah bisa digunakan atau tidak.

Selanjutnya tentang teori Produk kreatif:
Cropley (1994) menunjukkan hubungan antara tahap-tahap proses kreatif (Wallas) dan produk yang dicapai.
Bessemer dan Treffinger menyarankan bahwa produk kreatif dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu: 1) kebaruan (novelty); 2) pemecahan (resolution); 3) kerincian (elaboration) dan sintesis.
Kebaruan menurut Besemer dan Treffinger adalah sejauh mana produk itu baru dalam hal jumlah dan luas proses, teknik baru, bahan baru, konsep baru yang terlibat dalam hal dampak dari produk terhadap produk kreatif di masa depan.
Resolution menyangkut derajat sejauh mana produk itu memenuhi kebutuhan dari situasi yang bermasalah.
Elaborasi dan sintesis merupakan dimensi yang merujuk pada sejauh mana produk itu menggabung unsur-unsur yang tidak sama menjadi keseluruhan yang koheren.

Dalam hal ini, produk yang saya buat adalah celengan berbentuk rumah. Mungkin dinilai biasa saja, tetapi saya berusaha membuat produk yang berguna, logis, dan menampilkan keterampilan dalam membuat desain celengan.